MAKALAH AKUNTANSI BIAYA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Berkembangnya industri akan selalu memunculkan produk-produk
baru. Perusahaan akan selalu berusaha menciptakan produk yang dibutuhkan oleh
konsumen. Akibatnya suatu perusahaan
tidak hanya memproduksi satu produk tetapi beragam produk untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Hal ini menjadikan masalah baru bagi perusahaan dalam
perhitungan akuntansinya. Bersumber dari masalah inilah kalkulasi produk
bersama dan produk sampingan menjadi penting untuk dibahas.
Produk Bersama
adalah beberapa macam produk yang dihasilkan bersama- sama atau serempak dengan
menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan baku, tenaga kerja dan
fasilitas pabrik yang sama dan masukkan (input) tersebut tidak diikuti jejaknya
pada setiap macam produk tertentu
Istilah produk sampingan digunakan
untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara
berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih
besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan
sebagai produk yang
bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya
dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena
sifat pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil
dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk.
1.2
Rumus
Masalah
Biaya bersama dapat diartikan sebagai biaya overhead
bersama yang harus dialokasikan ke berbagai departemen, baik dalam perusahaan
yang kegiatan produksinya berdasarkan pesanan ataupun secara massa. Biaya Produk bersama juga bisa diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku
diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya.
Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan
biaya overhead pabrik. Biaya produk
bersama muncul dari produksi secara simultan atas berbagai produk dalam proses
yang sama. Ketika dua atau tiga produk di produksi dari sumber daya yang sama
maka akan terbentuk biaya gabungan.
1.3 Manfaat
a. Mengetahui Perbedaan anatara
Produk bersama dengan Produk Sampingan
b. Mengetahui metode-metode yang
digunakan dalam Pruduk tersebut
c.Mengetahui Perhitungan harga
pokok Produk Bersama dan Produk
Sampingan
d. Mengetahui Pendapatan Harga Pokok
produk Bersama dan Produk Sampingan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dan Sifat Produk Bersama Dan
Produk Sampingan
a. Produk
bersama (joint-product)
Produk Bersama adalah beberapa macam produk yang dihasilkan bersama- sama
atau serempak dengan menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan baku,
tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang sama dan masukkan (input) tersebut tidak
diikuti jejaknya pada setiap macam produk tertentu. Biaya produk bersama bersifat homogen untuk seluruh produk
sampai pada titik pisah. Nilai jual dari masing-masing produk bersama relatif
sama sehingga tidak ada produk yang dianggap sebagi produk utama dan produk
sampingan. Contoh: Pabrik
penyulingan minyak mentah (crude oil) menghasikan minyak siap dikonsumsi berupa
minyak gasolin, karosine, minyak diesel
(solar), minyak
bakar, minyak tanah, dll.
b.
Produk
Sampingan (by-product)
Istilah produk sampingan digunakan
untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara
berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih
besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan
sebagai produk yang
bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya
dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena
sifat pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil
dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk. Pembedaan produk utama dan produk sampingan terletak pada
nilai jualnya. Jika nilai jual salah satu produk relatif lebih kecil dari yang
lainnya maka dikategorikan sebagai produk sampingan, sedangkan apabila
produk-produk yang dihasilkan relatif sama maka dikategorikan sebagai produk
bersama. Contoh: pada
pabrik penggergajian kayu, kayu lapis dan papan kayu merupakan produk utama,
sedangkan serbuk gergaji dan kayu bakar merupakan produk sampingan.
c. Produk sekutu (coproduct)
Produk sekutu dapat didefinisikn
sebagai beberapa macam produk yang dihasilkan dalam waktu yang
sama, tetapi tidak berasal dari proses pengolahan yang sama atau tidak dari
bahan baku yang sama. Contoh : Pabrik penggergajian dapat menghasilkan papan
kayu dan kayu lapis dari berbagai jenis kayu log (kayu gelonggongan) yang
diproses sehingga macam produk yang dihasilkan dapat berupa papan kayu jati,
kayu meranti, kayu kanfer, begitu pula dapat dihasilkan kayu lapis jati,meranti
atau kanfer.
Sifat Produk Bersama, Produk
Sampingan Dan Produk Sekutu
Produk bersama
dan produk sekutu memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Produk bersama dan produk sekutu
merupakan tujuan utama kegiatan produksi.
b. Dengan mengolah produk bersama,
produsen tidak dapat menghindarkan diri untuk menghasilkan semua jenis produk
bersama, jika ingin memproduksi salah satu diantara prduk bersama tersebut.
c. Produk diproses secara bersamaan dan
setiap produk mempunyai nilai yang relatif sama antara satu dengan yang
lainnya.
d. Setiap produk mempunyai hubungan fisik
yang sangat erat dalam proses produksi. Apabila terjadi peningkatan kualitas
untuk satu unit jenis produk yang dihasilkan, maka kualitas yang lain akan
bertambah secara proporsional.
e. Dalam produk bersama dikenal istilah
Split-Off Point adalah
saat dimana produk-produk tersebut dapat diidentifikasi atau dipisah ke
masing-masing produk secara individual.
f.
Setelah Split-Off Point (titik pisah) tersebut dapat dijual pada titik
pisah (secara langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah proses
lebih lanjut) untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang
dikeluarkan untuk memproses produk lebih lanjut disebut biaya proses lanjutan atau biaya setelah
titik pisah (severable cost)
Produk sampingan dapat digolongkan sesuai dengan dapat
tidaknya produk tersebut dijual pada saat terpisah dari produk utama.
a. Produksi sampingan yang dapat dijual setelah terpisah
dari produk utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut.
b.
Produk
sampingan yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari
produk utama.
2.2
Akuntansi Produk Bersama
Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya
menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-masing
produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda. Manajemen
biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing produk pada pendapatan
perusahan. Oleh karena itu, perlu diketahui secara teliti biaya yang dibebankan
pada masing-masing produk sebagai dasar perhitungan harga pokok setiap produk.
Alokasi Biaya merupakan pembebanan biaya secara proposional
dari biaya tidak langsung atau biaya bersama ke objek biaya. Biaya bersama
sulit diperhitungkan kepada masing-masing produk, oleh karena itu untuk
memudahkan dalam perhitungan diperlukan alokasi biaya.
Manfaat menghitung alokasi biaya dalam produk bersama
adalah:
1.
Menghitung harga pokok dan
menentukan nilai persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan internal dan
eksternal.
2.
Menilai persediaan untuk tujuan
asuransi.
3.
Menentukan nilai persediaan jika
terjadi kerusakan terhadap nilai barang yang rusak.
4.
Biaya bahan yang hancur.
5.
Menetukan biaya departemen atau
divisi untuk tujuan pengukuran kinerja eksekutif.
6.
Pengaturan tarif karena adanya
sebagian produk atau jasa yang diproduksi dikenakan peraturan harga.
7.
Mengetahui besarnya kontribusi
masing-masing produk bersama terhadap total pendapatan perusahaan.
8. Mengetahui seluruh biaya produksi
yang dibebankan ke masing-masing produk bersama.
a)
Metode Nilai Pasar / Nilai Jual Relatif
Metode ini adalah metode yang sangat populer karena dengan
argumennya bahwa harga produk merupakan manifestasi dari biaya produksinya. Metode ini mengasumsikan bahwa setiap
produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama memilki nilai jual atau
nilai pasar yang berbeda.
Perbedaan nilai
pasar disebabkan tingkat pemakaian biaya yang berbeda.
Metode ini berpendapat bahwa jika salah satu produk terjual
lebih tinggi daripada yang lainnya, hal itu terjadi karena biaya yang dikeluarkan
untuk memproduksinya juga lebih tinggi dibandingkan produk lain. Jadi dalam
metode ini kelangkaan tidak mempunyai pengaruh dalam menentukan harga jual.
Karena asumsi itulah, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah
berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama.
Terdapat
dua metode dalam metode nilai jual relatif, yaitu:
1. Metode nilai pasar saat split-off point
Metode ini digunakan ketika setelah split-off point tidak ada proses produksi lanjutan dan
harga jual sudah diketahui pada saat itu. Biaya bersama (joint cost) dialokasikan ke masing-masing
produk sesuai dengan perbandingan nilai jualnya terhadap nilai jual keseluruhan produk bersama.
Contoh :
PT “ABC” memproduksi 3 macam produk yaitu alfa, beta dan gamma. Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode adalah
sebsar Rp 20.000.000,00. Jumlah produksi dan harga jual masing-masing produk
tertera pada table berikut:
Produk
|
Jumlah unit
|
Harga unit
|
Alfa
|
5.000
|
Rp
1000
|
Beta
|
10.000
|
Rp
1500
|
Gamma
|
7.000
|
Rp
1300
|
Penyelesaian :
Produk
|
Jumlah unit
|
Harga unit
|
Nilai jual
|
Rasio
|
Alokasi
|
HPP/ unit
|
Alfa
|
5.000
|
1000
|
5.000.000
|
22,62%
|
4.524.000
|
904,8
|
Beta
|
10.000
|
800
|
8.000.000
|
36,20%
|
7.240.000
|
724
|
Gamma
|
7.000
|
1300
|
9.100.000
|
41,18%
|
8.236.000
|
1.176,5
|
Jumlah
|
22.100.000
|
100%
|
20.000.000
|
2. Metode nilai jual hipotesis
Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada saat titik
pisah, maka harga tidak dapat diketahui pada saat titik pisah. Produk tersebut
memerlukan proses tambahan sehingga harga jual tidak dapat dikethui sebelum
dijual (setelah titk pisah). Dasar yang dapat digunakan dalam mengalokasikan
biaya bersama adalah harga pasar hipotesis.
Harga pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih
lanjut dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lanjutan setelah
pemisahan.
Contoh :
Dengan menggunakan data
perusahaan PT. ABC pada contoh soal metode nilai pasar, diketahui biaya proses
lanjutan masing-masing produk adalah sebagai berikut:
Keterangan
|
Produk Alfa
|
Produk Beta
|
Produk Gamma
|
Unit Produksi
|
5.000
|
10.000
|
7.000
|
Harga Jual/unit
|
Rp1.000
|
Rp800
|
Rp1.300
|
Biaya Proses lanjutan/unit
|
Rp400
|
Rp300
|
Rp500
|
Produk
bersama
|
Hrg jual/
kg
|
Biaya
Tmbhan
|
Nilai
jual Hipotesis*
|
Jmlh
Prduk
|
Nilai
jual
|
Rasio
|
Alokasi**
(20.000.000)
|
HPP /kg
|
Alfa
|
1.000
|
400
|
600
|
5.000
|
3.000.000
|
22,06%
|
4.412.000
|
882,4
|
Beta
|
800
|
300
|
500
|
10.000
|
5.000.000
|
36,76%
|
7.352.000
|
735,2
|
Gamma
|
1.300
|
500
|
800
|
7.000
|
5.600.000
|
41,18%
|
8.236.000
|
1.176,6
|
13.600.000
|
100%
|
20.000.000
|
*(Harga jual – biaya tambahan)
**(rasio x 20.000.000)
b) Metode rata-rata biaya per satuan
Metode
ini berupaya untuk mendistribusikan total biaya produksi gabungan ke berbagai
produk atas dasar biaya per unit. Metode ini digunakan jika
dari satu proses produksi bersama dihasilkan beberapa produk yang
bisa diukur dalam satuan yang sama meskipun dalam kualitas yang berbeda-beda.
Perusahaan yang menggunakan metode ini berpendapat bahwa semua produk yang
dikerjakan dengan proses yang sama harus menerima bagian yang sebanding dengan
total biaya gabungan berdasarkan unit yang diprosuksi. Penentuan
biaya untuk setiap produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas
masing-masing produk yang dihasilkan.
Contoh :
Suatu
perusahaan menghabiskan biaya Rp 2.000.000 untuk memproduksi 1000 liter produk
dari minyak mentah. Rata-rata biaya produksi per unit adalah Rp 2.000 (Rp
2.000.000/1000)
Produk
|
Kuantitas
|
Rata-rata biaya per satuan
|
Alokasi biaya bersama
|
Bensin
|
350
|
Rp 2.000
|
Rp 700.000
|
Pelumas
|
250
|
Rp 2.000
|
Rp 500.000
|
Minyak Tanah
|
300
|
Rp 2.000
|
Rp 600.000
|
Solar
|
100
|
Rp
2.000
|
Rp 200.000
|
Jumlah
|
1000
|
Rp
2.000.000
|
c) Metode
rata-rata tertimbang
Pada banyak industri, metode-metode
yang telah dibahas diatas tidak dapat memberika solusi yang memuaskan dalam
mengalokasikan biaya bersama karena tidak mempertimbangkan segi kualitas dari
suatu produk. Sehingga mucullah metode yang menggunakan bobot sebagai
presentasi dari ukuran besarnya unit, kesulitan pembuatan, waktu yang
dibutuhkan dan sebagainya sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya bersama. Penentuan alokasi biaya bersama pada
setiap produk didasarkan atas perkalian jumlah unit produk dengan angka
penimbang, dan hasilnya digunakan sebagai dasar untuk alokasi.
Contoh :
Dari soal pada metode kedua (metode
rata-rata biaya per satuan), diketahui bobot untuk bensin 4, pelumas 2, minyak
tanah 3 dan solar 1. Alokasi biaya
bersamanya sebagai berikut :
Produk
|
Jumlah produk
|
Angka penimbang
|
Jumlah produk x angka penimbang
|
Alokasi biaya bersama (2.000.000)
|
Bensin
|
350
|
4
|
1400
|
Rp 965.517
|
Pelumas
|
250
|
2
|
500
|
Rp344.826
|
Minyak tanah
|
300
|
3
|
900
|
Rp620.689
|
Solar
|
100
|
1
|
100
|
Rp. 68.966
|
Total
|
1000
|
2.900
|
Rp 2.000.000
|
d) Metode unit
kuantitatif / satuan fisik
Metode kuantitatif berupaya
mendistribusikan total biaya gabungan berdasarkan satuan ukuran tertentu
seperti kilogram, ton, liter, meter dan sebagainya. Jika produk bersama
mempunyai ukuran yang berbeda maka harus ditentukan koefisien ekuivalesinya
yang digunakan untuk mengubah satuan yang berbeda kedalam satuan yang sama.
Metode ini beranggapan bahwa setiap produk dapat diidentifikasi sesuai dengan tingkat pemanfaatan bahan
baku dalam ukuran satuan yang sama.
Contoh :
Berikut adalah data produk yang
dihasilkan dari satu ton batu bara yang menghabiskan biaya sebesar Rp 1.000.000
:
Produk
|
Kuantitas (pon)
|
Presentase (%)
|
Alokasi Biaya Bersama
|
Kokas
|
1.200
|
60%
|
Rp 600.000
|
Ter Batu Bara
|
300
|
15%
|
Rp 150.000
|
Gas
|
500
|
25%
|
Rp 250.000
|
Jumlah
|
2.000
|
100%
|
Rp 1.000.000
|
2.3 Perhitungan Harga Pokok Produk Sampingan
Setelah
mempelajari konsep dan cara perhitungan harga pokok produk gabungan, maka tidak
lengkap jika tidak membahas harga pokok produk sampingan. Hal ini dapat
dimengerti karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam produk
sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah bagaimana memperlakukan
pendapatan penjualan produk sampingan tersebut.
Pengakuan
adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk
sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk
sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada
umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila
dibandingkan dengan produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode
yang mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan.
Metode-metode akuntansi yang dapat diterima untuk menetapkan biaya produk
sampingan dibagi dalam dua kategori, yaitu:
a. Metode Tanpa
Harga Pokok (Non-Cost Methods)
Dalam metode
ini, Harga pokok produk sampingan atau persediannya tidak diperhitungkan,
tetapi memperlakukan pendapatan penjualan prduk sampingan sebagai pendapatan
atau pengurang biaya prduksi produk utama. Dalam rangka perhitungan biaya
persediaan, suatu nilai yang berdiri sendiri dapat dibebankan ke produk sampingan.
Metode tanpa harga pokok adalah suatu metode dalam perhitungan
produk sampingan tidak memperoleh alokasi biaya bersama dari pengolahan produk
sebelum dipisah.
Metode tanpa harga pokok dibagi menjadi 2 macam:
1. Produk sampingan dapat langsung dijual pada saat saat
titik pisah (split-off point) atau pengakuan atas pendapatan kotor.
Metode ini memperlakukan penjualan
produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini dilakukan karena biaya
persediaan final dari produk utama dianggap terlalu tinggi sehingga menanggung
biaya yang seharusnya dibebankan pada produk sampingan. Dalam metode ini
penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam laporan laba rugi dapat
dikategorikan sebagai berikut :
a) Pendapatan
penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha.
Dalam metode ini pendapatan yang
diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi dengan returnya, dicatat
dalam rekening “Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada akhir periode
akuntansi ditutup ke rekening Rugi-Laba. Rekening pendapatan penjualan produk
sampingan dicantumkan dalam laporan Laba-Rugi pada kelompok penghasilan di luar
usaha (other income).
Metode ini tidak mencoba untuk
menentukan harga pokok sampingan. Metode ini cocok bila digunakan pada
perusahaan yang:
-
Nilai produk
sampingnya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
-
Penggunaan
metode yang lebih teliti tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
-
Pemisahan
produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga
pokok produk sampingan pada produk utama tidak mengakibatkan
perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.
Terdapat
beberapa kekurangan pada metode pendapatan penjualan produk sampingan dicatat
sebagai penghasilan diluar usaha, yaitu:
-
Apabila pada
akhir periode akuntansi terdapat persediaan pokok sampingan, maka timbul
masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. Pada
umumnya persediaan akhir produk sampingan tidak diadakan penilaian sehingga
mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama lebih besar.
-
Dapat
mengakibatkan perbandingan pendapatan dan biaya yang kurang tepat karena
perbedaan periode akuntansi. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi
tidak ada pencatatan jurnal, pencatatan dilakukan ketika produk
dijual. Apabila produksi dan penjualannya tidak dalam satu periode maka
perhitungan pendapatan dan biaya menjadi kurang tepat.
-
Tidak adanya
pengawasan dari terhadap persediaaan produk sampingan mengakibatkan rawan
terjadi penggelapan.
-
Dapat
mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.
Contoh :
Diketahui data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut:
Unit Produksi Produk Utama
|
16.200 unit
|
Unit Penjualan Produk Utama
|
13.500 unit
|
Unit Persediaan Awal Produk Utama
|
500 unit
|
Harga Jual per Unit
|
Rp750
|
Biaya produksi/unit produk
utama
|
Rp500
|
Hasil Penjualan Produk
Sampingan (2.000xRp300)
|
Rp600.000
|
Beban Pemasaran dan Administrasi Produk Utama
|
Rp2.925.000
|
Laporan
laba-rugi sebagai berikut:
Penjualan produk utama Rp
10.125.000
Harga Pokok
Penjualan :
Persediaan awal
(500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya
produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp 8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000
-
Rp
6.750.000-
Laba Kotor Rp
3.375.000
Beban pemasaran
dan administrasi Rp
2.925.000-
Laba operasi Rp
450.000
Pendapatan
lain-lain :
Pendapatan penjualan produk sampingan
Rp
600.000+
Laba sebelum
pajak Rp 1.050.000
Pendapatan
penjualan produk sampingan dijadikan sebagai pendapatan lain-lain sehingga akan
menambah laba operasi secara langsung.
b) Pendapatan penjualan
produk sampingan dicatat sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama.
Metode ini merupakan variasi dari
metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan dari pendapatan penjualan
semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba bruto. Dalam
metode ini tidak ada alokasi biaya bersama seperti dalam metode pertama.
Dengan menggunakan data perusahaan
“ABC”, maka laporan laba-rugi menggunakan metode ini akan tampak sebagai
berikut:
Penjualan Rp 10.125.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000+
Penjualan
bersih Rp 10.725.000
Harga Pokok
Penjualan :
Persediaan awal
(500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya
produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp
8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 xRp 500) Rp 1.600.000 -
Rp 6.750.000-
Laba Kotor Rp
3.975.000
Beban pemasaran
dan administrasi Rp
2.925.000-
Laba operasi Rp
1.050.000
Dari laporan laba rugi diatas,
ditampilkan Rp600.000 dari penjualan produk sampingan sebagai
tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total pendapatan menjadi Rp 10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap
sama.
c) Pendapatan
penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan.
Dari data perusahaan “ABC”, jika dibuat
laporan laba-rugi dengan metode in maka akan menjadi:
Penjualan Rp
10.125.000
Harga Pokok
Penjualan :
Persediaan awal
(500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya
produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia
dijual Rp 8.350.000
Persediaan
akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000
-
Harga pokok
penjualan Rp 6.750.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp
600.000 -
Rp 6.150.000 -
Laba Kotor Rp 3.975.000
Beban pemasaran
dan administrasi Rp 2.925.000
-
Laba operasi Rp 1.050.000
Dalam kasus
ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada harga pokok penjualan sehingga HPP menjadi Rp6.150.000 (HPP sebelum dikurangkan sebesar Rp
6.750.000).
d) Pendapatan
penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total biaya produksi.
Pada metode
ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada total biaya produksi sebesar Rp 8.100.000 sehingga
menghasilkan biaya produksi netto sebesar Rp7.500.000. Pegurangan ini menyebabkan biaya per unit rata-rata menjadi Rp464,07 (7.500.000+250.000
: 16.700)
Konsekuansinya persediaan akhir sebesar Rp 1.600.000,00 menjadi Rp1.485.024,00
Laporan laba
rugi akan tampak sebagai berikut :
Penjualan Rp
10.125.000
Harga Pokok
Penjualan :
Persediaan awal
(500x500) Rp 250.000
Total biaya
produksi (16.200 x 500) Rp 8.100.000
Pendapatan penjualan PS Rp 600.000-
Rp 7.500.000+
Tersedia dijual
Rp 7.750.000
Persediaan
akhir (3.200 x 464,07) Rp
1.485.024
-
Rp 6.264.976 -
Laba Kotor Rp 3.860.024
Beban pemasaran
dan administrasi Rp 2.925.000
-
Laba operasi Rp 935.024
2. Produk sampingan memerlukan proses lanjutan
setelah dipisah dari produk utama atau pengakuan atas pendapatan bersih.
Dalam metode ini disadari
kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke produksi sampingan. Tetapi bukan
berarti mengalokasikan biaya produk utama ke produk sampingan. Biaya pemrosesan
dan pemasaran produk sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang
berbeda dengan produk utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan
didalam laporan laba-rugi sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama.
Ayat jurnal dalam metode ini juga
terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses lanjutan) terhadap
hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi juga dialokasikan kedalam produk sampingan sesuai
tarif yang telah direncanakan sebelumnya.
Dalam metode ini hasil penjualan bersih
produk sampingan dapat dihitung, yaitu :
Penjualan/pendapatan produk sampingan Rp xxxxxx
Biaya proses lanjutan produk sampingan Rp xxxxxx
Biaya pemasaran dan biaya administrasi Rp
xxxxxx +
Rp xxxxxx +
Penjualan/ Pendapatan Bersih Produk
Sampingan Rp xxxxxx
Pendapatan bersih produk sampingan
inilah yang nantinya akan dimaksukkan pada perhitungan laporan laba-rugi.
Seperti metode pertama, dalam
menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua juga bisa dilkaukan dengan
metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu:
1. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau
pendapatan lain-lain.
2. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan
produk utama.
3. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.
4. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.
b. Metode-Metode
Harga Pokok (Cost Methods)
Dalam metode
ini pengalokasian biaya
produk sampingan hampir sama
dengan produk bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk
sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya
yang dialokasikan tersebut. Ada dua metode yang berdasarkan dpada metode harga
pokok, yaitu:
1. Metode biaya
pengganti
Metode biaya pengganti biasanya
digunakan pada perusahaan yang produk sampingannya digunakan sendiri, sehingga
tidak perlu membeli bahan dari pemasok luar. Harga pokok yang diperhitungkan
adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku
di pasar. Harga pokok ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam
Proses-Biaya Bahan Baku (BDP-BBB), sehingga mengurangi biaya produksi produk
utama. Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga
pokok persediaan produk utama menjadi lebih rendah.
Contoh:
Misalkan diketahui data sebagai
berikut :
Jumlah biaya produksi untuk 10.000kg produk utama
|
700.000
|
Pendapatan penjualan (9000 x 120)
|
1.080.000
|
Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam
pengolahan produk utama
|
50.000
|
Biaya pemasaran dan administrasi&umum
|
100.000
|
Persediaan akhir produk
|
1000kg
|
Laporan laba rugi :
Pendapatan penjualan produk utama Rp 1.080.000
HPP:
Biaya produksi Rp
700.000
Dikurangi: biaya pengganti produk smpingan Rp
50.000 -
Rp
650.000
Dikurangi: Persediaan akhir (1000kg x Rp65)* Rp
65.000-
Rp
585.000-
Laba bruto Rp 495.000
Biaya pemasaran dan admnstrasi&umum Rp
100.000-
Laba bersih sebelum PPh Rp
395.000
*Rp650.000 : 10.000kg = Rp65
2. Metode pasar
Metode pasar juga disebut dengan metode
pembatalan biaya (reversal cost methods). Metode ini sebenarnya hampir sama
dengan metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya
produksi. Tetapi ada seedikit perbedaan yaitu kalau pada metode
pertama (metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya
produksi) yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan
sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar yang
dikurangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini berusaha untuk menaksir biaya produk sampingan berdasarkan nilai
pasarnya.
Contoh :
Misalkan diketahui perusahaan XYZ memproduksi produk utama sebanyak 900
buah dan produk sampingan sebanyak 100 buah. Produk sampingan jika dijual akan
laku sebesar Rp 500/buah. Biaya bersama yang dikeluarkan sebanyak Rp1.600.000.
hitunglah harga pokok produk utama dan produk sampingan!
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Biaya produk bersama muncul dari produksi secara simultan
atas berbagai produk dalam proses yang sama. Ketika dua atau tiga produk di
produksi dari sumber daya yang sama maka akan terbentuk biaya gabungan. Biaya
gabungan terjadi sebelum titik pisah (split-off). Titik
pisah adalah saat dihasilkannya dua atau lebih produk bersama, dimana pada saat
itu produk bersama bisa langsung dijual atau diproses lebih lanjut.
Pengakuan
adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan,
biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan.
Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya
dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila
dibandingkan dengan produk utama.
3.2 Saran
Biaya Produk bersama juga bisa diartikan sebagai biaya yang
dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai
macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Hal ini menjadikan masalah baru
bagi perusahaan dalam perhitungan akuntansinya jika sesuatu perusahaan tidak
memahami hal ini, Oleh sebab itu sangat penting untuk bias memahai makalah ini
karena makalah ini sudah membahas tentang Biaya Produk bersama dan Produk
Sampingan.
Komentar
Posting Komentar