MAKALAH AKUNTANSI BIAYA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berkembangnya industri akan selalu memunculkan produk-produk baru. Perusahaan akan selalu berusaha menciptakan produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Akibatnya suatu perusahaan  tidak hanya memproduksi satu produk tetapi beragam produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini menjadikan masalah baru bagi perusahaan dalam perhitungan akuntansinya. Bersumber dari masalah inilah kalkulasi produk bersama dan produk sampingan menjadi penting untuk dibahas.
Produk Bersama adalah beberapa macam produk yang dihasilkan bersama- sama atau serempak dengan menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan baku, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang sama dan masukkan (input) tersebut tidak diikuti jejaknya pada setiap macam produk tertentu
Istilah produk sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk.

1.2  Rumus Masalah
Biaya bersama dapat diartikan sebagai biaya overhead bersama yang harus dialokasikan ke berbagai departemen, baik dalam perusahaan yang kegiatan produksinya berdasarkan pesanan ataupun secara massa. Biaya Produk bersama juga bisa diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Biaya produk bersama muncul dari produksi secara simultan atas berbagai produk dalam proses yang sama. Ketika dua atau tiga produk di produksi dari sumber daya yang sama maka akan terbentuk biaya gabungan.

1.3 Manfaat
a. Mengetahui Perbedaan anatara Produk bersama dengan Produk Sampingan
b. Mengetahui metode-metode yang digunakan dalam Pruduk tersebut
c.Mengetahui Perhitungan harga pokok  Produk Bersama dan Produk Sampingan
d. Mengetahui Pendapatan Harga Pokok produk Bersama dan Produk Sampingan







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sifat  Produk Bersama Dan Produk Sampingan
a.    Produk bersama (joint-product)
Produk Bersama adalah beberapa macam produk yang dihasilkan bersama- sama atau serempak dengan menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan baku, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang sama dan masukkan (input) tersebut tidak diikuti jejaknya pada setiap macam produk tertentu. Biaya produk bersama bersifat homogen untuk seluruh produk sampai pada titik pisah. Nilai jual dari masing-masing produk bersama relatif sama sehingga tidak ada produk yang dianggap sebagi produk utama dan produk sampingan. Contoh: Pabrik penyulingan minyak mentah (crude oil) menghasikan minyak siap dikonsumsi berupa minyak gasolin, karosine, minyak diesel (solar), minyak bakar, minyak tanah, dll.
b.    Produk Sampingan (by-product)
Istilah produk sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk. Pembedaan produk utama dan produk sampingan terletak pada nilai jualnya. Jika nilai jual salah satu produk relatif lebih kecil dari yang lainnya maka dikategorikan sebagai produk sampingan, sedangkan apabila produk-produk yang dihasilkan relatif sama maka dikategorikan sebagai produk bersama. Contoh: pada pabrik penggergajian kayu, kayu lapis dan papan kayu merupakan produk utama, sedangkan serbuk gergaji dan kayu bakar merupakan produk sampingan.

c.   Produk sekutu (coproduct)
Produk sekutu dapat didefinisikn sebagai beberapa macam produk yang dihasilkan dalam waktu yang sama, tetapi tidak berasal dari proses pengolahan yang sama atau tidak dari bahan baku yang sama. Contoh : Pabrik penggergajian dapat menghasilkan papan kayu dan kayu lapis dari berbagai jenis kayu log (kayu gelonggongan) yang diproses sehingga macam produk yang dihasilkan dapat berupa papan kayu jati, kayu meranti, kayu kanfer, begitu pula dapat dihasilkan kayu lapis jati,meranti atau kanfer.

Sifat Produk Bersama, Produk Sampingan Dan Produk Sekutu
Produk bersama dan produk sekutu memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.    Produk bersama dan produk sekutu merupakan tujuan utama kegiatan produksi.
b.   Dengan mengolah produk bersama, produsen tidak dapat menghindarkan diri untuk menghasilkan semua jenis produk bersama, jika ingin memproduksi salah satu diantara prduk bersama tersebut.
c.    Produk diproses secara bersamaan dan setiap produk mempunyai nilai yang relatif sama antara satu dengan yang lainnya.
d.   Setiap produk mempunyai hubungan fisik yang sangat erat dalam proses produksi. Apabila terjadi peningkatan kualitas untuk satu unit jenis produk yang dihasilkan, maka kualitas yang lain akan bertambah secara proporsional.
e.    Dalam produk bersama dikenal istilah Split-Off Point adalah saat dimana produk-produk tersebut dapat diidentifikasi atau dipisah ke masing-masing produk secara individual.
f.    Setelah Split-Off Point (titik pisah) tersebut dapat dijual pada titik pisah (secara langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah proses lebih lanjut) untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproses produk lebih lanjut disebut biaya proses lanjutan atau biaya setelah titik pisah (severable cost)
Produk sampingan dapat digolongkan sesuai dengan dapat tidaknya produk tersebut dijual pada saat terpisah dari produk utama.
a.    Produksi sampingan yang dapat dijual setelah terpisah dari produk utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut.
b.   Produk sampingan yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari produk utama.  


2.2 Akuntansi Produk Bersama
Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-masing produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda. Manajemen biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing produk pada pendapatan perusahan. Oleh karena itu, perlu diketahui secara teliti biaya yang dibebankan pada masing-masing produk sebagai dasar perhitungan harga pokok setiap produk.
Alokasi Biaya merupakan pembebanan biaya secara proposional dari biaya tidak langsung atau biaya bersama ke objek biaya. Biaya bersama sulit diperhitungkan kepada masing-masing produk, oleh karena itu untuk memudahkan dalam perhitungan diperlukan alokasi biaya.
Manfaat menghitung alokasi biaya dalam produk bersama adalah:
1.   Menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan internal dan eksternal.
2.   Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.
3.   Menentukan nilai persediaan jika terjadi kerusakan terhadap nilai barang yang rusak.
4.   Biaya bahan yang hancur.
5.   Menetukan biaya departemen atau divisi untuk tujuan pengukuran kinerja eksekutif.
6.   Pengaturan tarif karena adanya sebagian produk atau jasa yang diproduksi dikenakan peraturan harga.
7.   Mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama terhadap total pendapatan perusahaan.
8.   Mengetahui seluruh biaya produksi yang dibebankan ke masing-masing produk bersama.

a)     Metode Nilai Pasar / Nilai Jual Relatif
Metode ini adalah metode yang sangat populer karena dengan argumennya bahwa harga produk merupakan manifestasi dari biaya produksinya. Metode ini mengasumsikan bahwa setiap produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama memilki nilai jual atau nilai pasar yang berbeda. Perbedaan nilai pasar disebabkan tingkat pemakaian biaya yang berbeda.
Metode ini berpendapat bahwa jika salah satu produk terjual lebih tinggi daripada yang lainnya, hal itu terjadi karena biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya juga lebih tinggi dibandingkan produk lain. Jadi dalam metode ini kelangkaan tidak mempunyai pengaruh dalam menentukan harga jual. Karena asumsi itulah, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama.
Terdapat dua metode dalam metode nilai jual relatif, yaitu:

1.     Metode nilai pasar saat split-off point
Metode ini digunakan ketika setelah split-off  point tidak ada proses produksi lanjutan dan harga jual sudah diketahui pada saat itu. Biaya bersama (joint cost) dialokasikan ke masing-masing produk sesuai dengan perbandingan nilai jualnya terhadap nilai jual keseluruhan produk bersama.
Contoh :
PT “ABC” memproduksi 3 macam produk yaitu alfa, beta dan gamma. Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode adalah sebsar Rp 20.000.000,00. Jumlah produksi dan harga jual masing-masing produk tertera pada table berikut:

Produk
Jumlah unit
Harga unit
Alfa
5.000
Rp 1000
Beta
10.000
Rp 1500
Gamma
7.000
Rp 1300

Penyelesaian :

Produk
Jumlah unit
Harga unit
Nilai jual
Rasio
Alokasi
HPP/ unit
Alfa
5.000
1000
5.000.000
22,62%
4.524.000
904,8
Beta
10.000
800
8.000.000
36,20%
7.240.000
724
Gamma
7.000
1300
9.100.000
41,18%
8.236.000
1.176,5
Jumlah
22.100.000
100%
20.000.000

2.     Metode nilai jual hipotesis
Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada saat titik pisah, maka harga tidak dapat diketahui pada saat titik pisah. Produk tersebut memerlukan proses tambahan sehingga harga jual tidak dapat dikethui sebelum dijual (setelah titk pisah). Dasar yang dapat digunakan dalam mengalokasikan biaya bersama adalah harga pasar hipotesis.
Harga pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lanjutan setelah pemisahan.
Contoh :
Dengan menggunakan data perusahaan PT. ABC pada contoh soal metode nilai pasar, diketahui biaya proses lanjutan masing-masing produk adalah sebagai berikut:

Keterangan
Produk Alfa
Produk Beta
Produk Gamma
Unit Produksi
5.000
10.000
7.000
Harga Jual/unit
Rp1.000
Rp800
Rp1.300
Biaya Proses lanjutan/unit
Rp400
Rp300
Rp500
Produk bersama
Hrg jual/ kg
Biaya Tmbhan
Nilai jual Hipotesis*
Jmlh Prduk
Nilai jual
Rasio
Alokasi** (20.000.000)
HPP /kg
Alfa
1.000
400
600
5.000
3.000.000
22,06%
4.412.000
882,4
Beta
800
300
500
10.000
5.000.000
36,76%
7.352.000
735,2
Gamma
1.300
500
800
7.000
5.600.000
41,18%
8.236.000
1.176,6
13.600.000
100%
20.000.000

*(Harga jual – biaya tambahan)
**(rasio x 20.000.000)

b)     Metode rata-rata biaya per satuan
Metode ini berupaya untuk mendistribusikan total biaya produksi gabungan ke berbagai produk atas dasar biaya per unit. Metode ini digunakan jika dari satu proses produksi bersama dihasilkan beberapa produk yang bisa diukur dalam satuan yang sama meskipun dalam kualitas yang berbeda-beda. Perusahaan yang menggunakan metode ini berpendapat bahwa semua produk yang dikerjakan dengan proses yang sama harus menerima bagian yang sebanding dengan total biaya gabungan berdasarkan unit yang diprosuksi. Penentuan biaya untuk setiap produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas masing-masing produk yang dihasilkan.
Contoh :
Suatu perusahaan menghabiskan biaya Rp 2.000.000 untuk memproduksi 1000 liter produk dari minyak mentah. Rata-rata biaya produksi per unit adalah Rp 2.000 (Rp 2.000.000/1000)


Produk
Kuantitas
Rata-rata biaya per satuan
Alokasi biaya bersama
Bensin
350
Rp 2.000
Rp 700.000
Pelumas
250
Rp 2.000
Rp 500.000
Minyak Tanah
300
Rp 2.000
Rp 600.000
Solar
100
Rp 2.000
Rp 200.000
Jumlah
1000
Rp 2.000.000

c)     Metode rata-rata tertimbang
Pada banyak industri, metode-metode yang telah dibahas diatas tidak dapat memberika solusi yang memuaskan dalam mengalokasikan biaya bersama karena tidak mempertimbangkan segi kualitas dari suatu produk. Sehingga mucullah metode yang menggunakan bobot sebagai presentasi dari ukuran besarnya unit, kesulitan pembuatan, waktu yang dibutuhkan dan sebagainya sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya bersama. Penentuan alokasi biaya bersama pada setiap produk didasarkan atas perkalian jumlah unit produk dengan angka penimbang, dan hasilnya digunakan sebagai dasar untuk alokasi.
Contoh :
Dari soal pada metode kedua (metode rata-rata biaya per satuan), diketahui bobot untuk bensin 4, pelumas 2, minyak tanah 3 dan solar 1. Alokasi biaya bersamanya sebagai berikut :

Produk
Jumlah produk
Angka penimbang
Jumlah produk x angka penimbang
Alokasi biaya bersama (2.000.000)
Bensin
350
4
1400
Rp 965.517
Pelumas
250
2
500
Rp344.826
Minyak tanah
300
3
900
Rp620.689
Solar
100
1
100
Rp. 68.966
Total
1000
2.900
Rp 2.000.000

d)     Metode unit kuantitatif / satuan fisik
Metode kuantitatif berupaya mendistribusikan total biaya gabungan berdasarkan satuan ukuran tertentu seperti kilogram, ton, liter, meter dan sebagainya. Jika produk bersama mempunyai ukuran yang berbeda maka harus ditentukan koefisien ekuivalesinya yang digunakan untuk mengubah satuan yang berbeda kedalam satuan yang sama. Metode ini beranggapan bahwa setiap produk dapat diidentifikasi sesuai dengan tingkat pemanfaatan bahan baku dalam ukuran satuan yang sama.
Contoh :
Berikut adalah data produk yang dihasilkan dari satu ton batu bara yang menghabiskan biaya sebesar Rp 1.000.000 :

Produk
Kuantitas (pon)
Presentase (%)
Alokasi Biaya Bersama
Kokas
1.200
60%
Rp 600.000
Ter Batu Bara
300
15%
Rp 150.000
Gas
500
25%
Rp 250.000
Jumlah
2.000
100%
Rp 1.000.000

2.3   Perhitungan Harga Pokok Produk Sampingan
Setelah mempelajari konsep dan cara perhitungan harga pokok produk gabungan, maka tidak lengkap jika tidak membahas harga pokok produk sampingan. Hal ini dapat dimengerti karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam produk sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan tersebut.
Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan. Metode-metode akuntansi yang dapat diterima untuk menetapkan biaya produk sampingan dibagi dalam dua kategori, yaitu:
a.     Metode Tanpa Harga Pokok (Non-Cost Methods)
Dalam metode ini, Harga pokok produk sampingan atau persediannya tidak diperhitungkan, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan prduk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya prduksi produk utama. Dalam rangka perhitungan biaya persediaan, suatu nilai yang berdiri sendiri dapat dibebankan ke produk sampingan.
Metode tanpa harga pokok adalah suatu metode dalam perhitungan produk sampingan tidak memperoleh alokasi biaya bersama dari pengolahan produk sebelum dipisah.

Metode tanpa harga pokok dibagi menjadi 2 macam:
1.   Produk sampingan dapat langsung dijual pada saat saat titik pisah (split-off point) atau pengakuan atas pendapatan kotor.
           
Metode ini memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan pada produk sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam laporan laba rugi dapat dikategorikan sebagai berikut :

a)     Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha.
Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi dengan returnya, dicatat dalam rekening “Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi ditutup ke rekening Rugi-Laba. Rekening pendapatan penjualan produk sampingan dicantumkan dalam laporan Laba-Rugi pada kelompok penghasilan di luar usaha (other income).
Metode ini tidak mencoba untuk menentukan harga pokok sampingan. Metode ini cocok bila digunakan pada perusahaan yang:
-        Nilai produk sampingnya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
-        Penggunaan metode yang lebih teliti tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
-        Pemisahan produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga pokok produk sampingan pada produk utama tidak mengakibatkan perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.

Terdapat beberapa kekurangan pada metode pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha, yaitu:
-        Apabila pada akhir periode akuntansi terdapat persediaan pokok sampingan, maka timbul masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. Pada umumnya persediaan akhir produk sampingan tidak diadakan penilaian sehingga mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama lebih besar.
-        Dapat mengakibatkan perbandingan pendapatan dan biaya yang kurang tepat karena perbedaan periode akuntansi. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak ada pencatatan jurnal, pencatatan dilakukan ketika produk dijual. Apabila produksi dan penjualannya tidak dalam satu periode maka perhitungan pendapatan dan biaya menjadi kurang tepat.
-        Tidak adanya pengawasan dari terhadap persediaaan produk sampingan mengakibatkan rawan terjadi penggelapan.
-        Dapat mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.
Contoh : Diketahui data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut:
Unit Produksi Produk Utama
16.200 unit
Unit Penjualan Produk Utama
13.500 unit
Unit Persediaan Awal Produk Utama
     500 unit
Harga Jual per Unit
 Rp750
Biaya produksi/unit produk utama
Rp500
Hasil Penjualan Produk Sampingan (2.000xRp300)
Rp600.000
Beban Pemasaran dan Administrasi Produk Utama
Rp2.925.000

Laporan laba-rugi sebagai berikut:
Penjualan produk utama                                                              Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan  :
Persediaan awal (500xRp 500)                Rp      250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500)  Rp   8.100.000 +
     Tersedia dijual                                                             Rp   8.350.000
Persediaan akhir   (3.200 x Rp 500)                                 Rp   1.600.000  -
                                                                                                            Rp  6.750.000-
Laba Kotor                                                                                   Rp  3.375.000
Beban pemasaran dan administrasi                                              Rp  2.925.000-
Laba operasi                                                                                 Rp     450.000
Pendapatan lain-lain :
Pendapatan penjualan produk sampingan                             Rp   600.000+
Laba sebelum pajak                                                                     Rp 1.050.000
Pendapatan penjualan produk sampingan dijadikan sebagai pendapatan lain-lain sehingga akan menambah laba operasi secara langsung.
b)     Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama.

Metode ini merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan dari pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi biaya bersama seperti dalam metode pertama.
Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka laporan laba-rugi menggunakan metode ini akan tampak sebagai berikut:

Penjualan                                                                                      Rp 10.125.000
Pendapatan penjualan produk sampingan                             Rp   600.000+
Penjualan bersih                                                                           Rp 10.725.000
Harga Pokok Penjualan  :
Persediaan awal (500xRp 500)                Rp      250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500)  Rp   8.100.000 +
Tersedia dijual                                                      Rp   8.350.000
Persediaan akhir (3.200 xRp 500)                       Rp    1.600.000 -
                                                                                                                        Rp  6.750.000-
Laba Kotor                                                                                 Rp   3.975.000
Beban pemasaran dan administrasi                                            Rp  2.925.000-
Laba operasi                                                                               Rp   1.050.000

Dari laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp600.000 dari penjualan produk sampingan sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total pendapatan menjadi Rp  10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap sama.

c)     Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan.

Dari data perusahaan “ABC”, jika dibuat laporan laba-rugi dengan metode in maka akan menjadi:
Penjualan                                                                          Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan  :
Persediaan awal (500xRp 500)                Rp      250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500)  Rp   8.100.000 +
                 Tersedia dijual                                     Rp   8.350.000
Persediaan akhir (3.200 x Rp 500)                       Rp   1.600.000  -
Harga pokok penjualan                                        Rp   6.750.000 
Pendapatan penjualan produk sampingan     Rp      600.000 -
                                                                                         Rp   6.150.000  -
Laba Kotor                                                                       Rp   3.975.000
Beban pemasaran dan administrasi                                  Rp   2.925.000  -
Laba operasi                                                                     Rp   1.050.000
Dalam kasus ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada harga pokok penjualan sehingga HPP menjadi Rp6.150.000 (HPP sebelum dikurangkan sebesar Rp 6.750.000).

    
d)     Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total biaya produksi.
Pada metode ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada total biaya produksi sebesar Rp 8.100.000 sehingga menghasilkan biaya produksi netto sebesar Rp7.500.000. Pegurangan ini menyebabkan biaya per unit rata-rata menjadi Rp464,07 (7.500.000+250.000 : 16.700) Konsekuansinya persediaan akhir sebesar Rp 1.600.000,00 menjadi Rp1.485.024,00
Laporan laba rugi akan tampak sebagai berikut :
Penjualan                                                                          Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan  :
Persediaan awal (500x500)                                  Rp      250.000           
Total biaya produksi (16.200 x 500)        Rp   8.100.000
Pendapatan penjualan PS                     Rp      600.000-
                                                                               Rp  7.500.000+
Tersedia dijual                                                        Rp  7.750.000
Persediaan akhir   (3.200 x 464,07)                        Rp  1.485.024  -
                                                                                         Rp   6.264.976  -
Laba Kotor                                                                       Rp   3.860.024
Beban pemasaran dan administrasi                                  Rp   2.925.000  -
Laba operasi                                                                     Rp     935.024



2.     Produk sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama atau pengakuan atas pendapatan bersih.

Dalam metode ini disadari kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke produksi sampingan. Tetapi bukan berarti mengalokasikan biaya produk utama ke produk sampingan. Biaya pemrosesan dan pemasaran produk sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang berbeda dengan produk utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan didalam laporan laba-rugi sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama.
Ayat jurnal dalam metode ini juga terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses lanjutan) terhadap hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi juga dialokasikan kedalam produk sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan sebelumnya.
Dalam metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung, yaitu :

Penjualan/pendapatan produk sampingan                                  Rp xxxxxx
Biaya proses lanjutan produk sampingan Rp xxxxxx
Biaya pemasaran dan biaya administrasi             Rp xxxxxx +
                                                                                       Rp xxxxxx  +
Penjualan/ Pendapatan Bersih Produk Sampingan                    Rp xxxxxx

Pendapatan bersih produk sampingan inilah yang nantinya akan dimaksukkan pada perhitungan laporan laba-rugi.
Seperti metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua juga bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu:
1.   Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain.
2.   Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama.
3.   Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.
4.   Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.

b.     Metode-Metode Harga Pokok (Cost Methods)
Dalam metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama dengan produk bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya yang dialokasikan tersebut. Ada dua metode yang berdasarkan dpada metode harga pokok, yaitu:
1.     Metode biaya pengganti
Metode biaya pengganti biasanya digunakan pada perusahaan yang produk sampingannya digunakan sendiri, sehingga tidak perlu membeli bahan dari pemasok luar. Harga pokok yang diperhitungkan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku (BDP-BBB), sehingga mengurangi biaya produksi produk utama. Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama menjadi lebih rendah.



Contoh:
Misalkan diketahui data sebagai berikut :
Jumlah biaya produksi untuk 10.000kg produk utama
700.000
Pendapatan penjualan (9000 x 120)
1.080.000
Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan produk utama
50.000
Biaya pemasaran dan administrasi&umum
100.000
Persediaan akhir produk
1000kg

Laporan laba rugi :

Pendapatan penjualan produk utama                                      Rp 1.080.000
HPP:
Biaya produksi                                                            Rp    700.000
Dikurangi: biaya pengganti produk smpingan            Rp      50.000 -
                                                                                    Rp    650.000
Dikurangi: Persediaan akhir (1000kg x Rp65)*          Rp      65.000-
                                                                                                            Rp    585.000-
Laba bruto                                                                                           Rp    495.000
Biaya pemasaran dan admnstrasi&umum                                           Rp   100.000-
Laba bersih sebelum PPh                                                                    Rp   395.000

*Rp650.000 : 10.000kg = Rp65



                                   
2.     Metode pasar
Metode pasar juga disebut dengan metode pembatalan biaya (reversal cost methods). Metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi. Tetapi ada seedikit perbedaan yaitu kalau pada metode pertama (metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi) yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar yang dikurangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini berusaha untuk menaksir biaya produk sampingan berdasarkan nilai pasarnya.
Contoh :
Misalkan diketahui perusahaan XYZ memproduksi produk utama sebanyak 900 buah dan produk sampingan sebanyak 100 buah. Produk sampingan jika dijual akan laku sebesar Rp 500/buah. Biaya bersama yang dikeluarkan sebanyak Rp1.600.000. hitunglah harga pokok produk utama dan produk sampingan!




























BAB III
PENUTUP



3.1 Kesimpulan
Biaya produk bersama muncul dari produksi secara simultan atas berbagai produk dalam proses yang sama. Ketika dua atau tiga produk di produksi dari sumber daya yang sama maka akan terbentuk biaya gabungan. Biaya gabungan terjadi sebelum titik pisah (split-off). Titik pisah adalah saat dihasilkannya dua atau lebih produk bersama, dimana pada saat itu produk bersama bisa langsung dijual atau diproses lebih lanjut.
Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan produk utama.


3.2 Saran

Biaya Produk bersama juga bisa diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Hal ini menjadikan masalah baru bagi perusahaan dalam perhitungan akuntansinya jika sesuatu perusahaan tidak memahami hal ini, Oleh sebab itu sangat penting untuk bias memahai makalah ini karena makalah ini sudah membahas tentang Biaya Produk bersama dan Produk Sampingan.

Komentar

Postingan Populer